Sabtu, 02 Februari 2013

Dieng, Pesona Alam yang Lahir dari Legenda

0 komentar
Dieng, Pesona Alam yang Lahir dari Legenda
Menurut legenda yang masih dipercayai masyarakat setempat, Dieng berasal dari bahasa Jawa, yaitu dhi yang berarti gunung dan hyang dari kata para hyang yang bermakna dewa-dewi. "Jadi Dieng berarti gunung tempat bersemayam dewa-dewi," kata Salim, penduduk Wonosobo.

Legenda tersebut bisa jadi benar karena diperkuat dengan adanya sejumlah candi peninggalan agama Hindu, seperti Candi Arjuna, Srikandi, Puntadewa, Sembadra, dan Candi Semar. Dari hasil penelitian para ahli sejarah, kelompok Candi Arjuna ini dibuat pada pertengahan abad ke-8. Diperkirakan candi peninggalan agama Hindu Civa (Hindu Shiwa) ini, usianya lebih tua daripada Candi Borobudur yang ada di Yogyakarta.

Selain itu ada Candi Gatotkaca dan Candi Bima yang letaknya terpisah beberapa kilometer dari kelompok Candi Arjuna. Semuanya berada dalam area cagar budaya yang terawat baik dan menarik karena dikelilingi oleh pegunungan Pangonan. Tak jauh dari kawasan Candi Arjuna, terdapat Telaga Warna dan Kawah Sikidang.

Telaga Warna terlihat anggun dengan latar belakang Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Telaga yang berwarna hijau kebiruan dan bening ini dibuat oleh salah seorang dari dua Pangeran, calon menantu sang Ratu yang ikut sayembara adu cepat membuat telaga. Ketika Ratu tengah mandi di telaga ini bersama anak perempuannya yang cantik, baju-baju mereka diterbangkan angin dan jatuh ke dalam telaga. Baju-baju mereka melunturi air telaga, hingga air telaga menjadi berwarna. Sejak itulah, telaga ini disebut Telaga Warna. Legenda ini, masih tetap hidup dan dipercaya oleh penduduk di kawasan Dieng.

Lokasi lain yang kerap didatangi pengunjung di Dieng adalah Kawah Sikidang yang berkadar belerang rendah. Menurut Agus Tjugianto, penduduk asli Kabupaten Wonosobo sekaligus pemilik Dieng Kledung Pass Hotel & Restaurant, Kawah Sikidang berasal dari sebuah legenda rakyat Wonosobo. Di dalam kawah tersebut dulunya ada sebuah istana milik seorang ratu yang cantik bernama Shinta Dewi. Suatu ketika ia dilamar langsung seorang pangeran yang kabarnya tampan dan kaya raya. Namun ternyata pangeran bernama Kidang Garungan ini bertubuh manusia dan berkepala kijang. Shinta Dewi kecewa.

Untuk mempersulit proses lamarannya, Shinta Dewi bersiasat dengan meminta syarat untuk dibuatkan sumur yang sangat besar dan dalam. Ketika sumur hampir selesai, Shinta Dewi dan para pengawalnya mengurug sumur itu. Kidang Garungan ikut tertimbun di dalamnya. Kidang mengerahkan segala kesaktiannya untuk keluar hingga sumur itu meledak. Permukaannya menjadi panas dan bergetar. Namun setiap kali ingin keluar, sumur ini terus diurug. Akhirnya Kidang Garungan murka lalu mengutuk seluruh keturunan Shinta Dewi akan berambut gembel. Percaya atau tidak dengan kutukan itu, nyatanya sampai sekarang masih ada anak-anak Dieng berambut gembel.

Setelah menikmati indahnya Kawah Sikidang yang terus mengepulkan asap belerang, pengunjung dapat menengok aneka cindera mata di kios-kios terbuka dekat area parkir dan gerbang masuk kawasan wisata Kawah Sikidang. Ada aneka bentuk dan kreasi kerajinan perak, buah, dan manisan Carica Dieng dalam kemasan, cabe Dieng, keripik jamur, hingga jamu purwaceng. Menurut penelitian, ternyata tumbuhan yang disebut purwaceng ini termasuk jenis tanaman ginseng yang tumbuh juga di Korea dan Tiongkok.

Tak jauh dari lokasi ini ada Bimo Lukar, sebuah tempat mata air Sungai Serayu yang berasal dari Gunung Perahu yang dianggap air suci bagi umat Hindu. Suasana teduh akan terasa di sana karena dirimbuni pepohonan. Menuju gerbang masuknya, seringkali muncul beberapa ekor monyet jinak.

Tips Perjalanan

Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateu), tercatat berada pada ketinggian yang berkisar antara 1200 s/d 2550 mdpl. Berada di antara Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, termasuk Kecamatan Batur dan Pejajar.

Perjalanan dapat ditempuh dengan mobil pribadi maupun angkutan umum dari kota Wonosobo yang berjarak sekitar 26 km. Daerah ini bertemperatur rata-rata 18 derajat Celcius pada siang hari, dan 12 s/d 16 derajat Celcius pada malam atau pagi hari. Bahkan menurut penuturan masyarakat asli Kabupaten Wonosobo, pada pagi hari di musim kemarau suhunya bisa mencapai minus 2 derajat Celcius. Jadi tak ada ruginya kalau kita membawa jaket atau sweater tebal.

Di Dieng kita juga bisa berwisata agro, melihat perkebunan kentang, hamparan tembakau, dan perkebunan Teh Tambi yang berada di lereng Pegunungan Sindoro dan Sumbing di ketinggian 800 s/d 2000 mdpl. Perkebunan teh ini tumbuh subur sejak tahun 1865. Kabut yang kerap turun disana, malah menjadi nilai tambah bagi pesonanya.

Pada malam hari kita bisa menikmati suguhan gelar budaya berupa aneka tari tradisional seperti Tari Lengger dan Tari Topeng yang diiringi tetabuhan gamelan serta pertunjukan unik upacara makan beling yang ditutup dengan pemberian cindera mata.

Kalau belum puas, esok paginya ke Menara Pandang untuk menikmati golden sunrise dari timur Gunung Sindoro dan Pegunungan Tlerep. Dari tempat ini, kita juga bisa menatap hampir keseluruhan pesona Dataran Tinggi Dieng.

Leave a Reply